Venicka.com – Purwaceng hanya tumbuh di dataran tinggi Dieng Wonosobo dan dipanen 4 atau 5 tahun sekali. Tanaman ini diyakini berkhasiat yang ingin hebat di atas ranjang. Konon, sejak dahulu kala yang masih dipengaruhi Hindu menjadikannya sebagai obat kuat para raja dan berbagai kalangan.
Purwaceng dengan nama latin Pimpinella pruatjan sejenis tanaman obat yang mempunyai sifat afrodisiak yakni meningkatkan gairah seksual terutama pada akarnya. Oleh banyak orang, purwaceng dianggap sebagai minuman herbal yang berfungsi untuk meningkatkan vitalitas kaum pria. Oleh karena itu dijuluki viagra tradisional atau viagranya Indonesia.
Di zaman dahulu, para raja mempunyai banyak istri dan selir. Sang raja melakukan demikian untuk menaklukan/menjinakkan lawan politiknya, jadi bukan nafsu belaka. Semakin banyak anak perempuan bangsawan lain yang dikawini, maka kedudukan seorang raja bisa menjadi semakin kuat. Selain itu raja akan terlihat perkasa dengan cara poligami.
Oleh karena itu, obat kuat semakin penting bagi raja. Purwaceng ditenggarai sebagai formula jos sang raja untuk aktivitas seksualnya. Untuk menafkahi dan menggaulinya, tentu butuh tenaga ekstra. Adalah suatu kehormatan atau kebanggaan bagi perempuan di masa lalu ketika dirinya dipilih untuk digauli sang raja.
Penelitian modern yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB), Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan review dari sebuah buku Mitos Seputar Masalah Seksual dan Kesehatan Reproduksi sepakat bahwa purwaceng dapat meningkatkan gairah seks, meningkatkan hormon testosteron dan meningkatkan jumlah spermatozoid.
Purwaceng selain sebagai obat stamina pria juga berkhasiat menghangatkan tubuh, saraf dan otot, menghilangkan masuk angin dan pegal linu, melancarkan buang air kecil, obat analgetika (menghilangkan rasa sakit), menurunkan panas, obat cacing, antibakteri serta anti kanker.
Akibat permintaan yang melonjak di kalangan masyarakat, tanaman ini semakin langka karenahanya hidup hanya di pegunungan tinggi Dieng dan di daerah lain di Jawa Tengah dengan nama yang berbeda seperti di Pegunungan Tengger dan Pegunungan Hyang. Usaha untuk budidaya pun mengalami kendala karena tumbuhan ini sulit menghasilkan biji.